Kamis, 30 Agustus 2012

Jalan-Jalan: Surprising Tibet



Setelah menempuh perjalanan udara selama 2 jam dari Cheng Du, tepat di hari kemerdekaan Indonesia kemarin kami mendarat di Lhasa. Berhubung pesawat Air China yang kami tumpangi tidak begitu full, sesaat pilot mengumumkan pesawat akan mendarat sebentar lagi saya langsung pindah tempat duduk yang menghadap kaca. Dari atas, saya dapat melihat dataran Tibet dikelilingi oleh pegunungan Himalaya. Baru kali ini saya lihat pegunungan segitu banyaknya. Dan begitu kami mendarat, udara dingin langsung menyergap meski sedang musim panas. Kami disambut oleh guide local yang bernama Zhuo Ga. Ia mengalungi kami syal putih sebagai penyambutan. Kami keluar dari bandara melewati jalan tol di Tibet yang ternyata masih baru dan bersih, menurut Zhuo Ga sebelum jalan tol ini dibuat dibutuhkan waktu 1,5 jam untuk sampai di Bandara Gong Ga. Tetapi sekarang hanya memakan waktu 45 menit dan hebatnya tidak dikenakan tarif sama sekali!  Hari pertama tiba adalah hari penyesuaian diri, kami disarankan untuk istirahat mengingat perbedaan ketinggian yang cukup drastis. Maklum saja kota Lhasa sendiri berada di ketinggian 4000an dpl. Berhubung rasa lapar dan penasaran dengan kota Lhasa, maka kami memutuskan untuk berjalan di sekitar hotel. Baru berjalan tidak sampai satu jam, mendadak kepala kami terasa berat dan badan rasanya lemas sekali. Setelah itu kami tidak berani banyak bergerak dan istirahat di hotel. Keesokan harinya kami diajak melihat Potala Palace yang terkenal itu. Potala Palace adalah istana musim dingin Dalai Lama yang dibangun oleh King Songsten Gampo. Untuk masuk ke dalam Potala Palace sendiri diberi batasan waktu, karena jumlah wisatawan yang terlalu banyak sementara di Potala Palace pintu-pintunya kecil. Di sekitar Potala Palace, banyak sekali Tibetan yang berkeliling untuk berdoa dan jumlahnya harus ganjil. Isi dari Potala Palace kebanyakan peninggalan Dalai Lama seperti ruang penyambutan, tempat semedi dan… berton-ton emas! Jadi emas-emas tadi berbentuk Stupa Funeral, yang dihiasi batu giok, permata dll dan isinya jenazah-jenazah Dalai Lama! Selama tiga hari di Lhasa, kebanyakan kami mengunjungi Monastery (tempat beribadah) ada Rongphu Monastery, Drepung Monastery, Sera Monastery yang isinya rata-rata sama: beberapa patung Buddha, Stupa Funeral dan tiga raja yang dianggap berjasa untuk Tibet salah satunya King Songsten Gampo tadi. Kami juga mengunjungi Barkhor street dimana kita dapat membeli berbagai pernak-pernik khas Tibetan. 



Baru di hari keempat kami diajak melihat Namtso Lake. Meski bukan danau terbesar di Tibet tetapi memiliki pemandangan yang indah, airnya jernih berwarna kebiru-biruan. Sepanjang perjalanan Lhasa-Gyangtse kami disuguhi pemandangan mulai dari pegunungan yang diselimuti gletser abadi, danau, pacuan kuda khas Tibetan dan hewan-hewan yang merumput. Kami menghabiskan malam di Gyangtse untuk perjalanan menuju Ting Ri, tempat terdekat melihat Everest. Kami diantar ke hotel untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan selama 4 jam. Karena bosan, kami berjalan-jalan di sekitar hotel yang ternyata sebuah daerah kecil yang hanya memiliki 3 jalan. Ting Ri sendiri berada di ketinggian 5000an dpl, suhunya mencapai 7 derajat celcius meskipun sedang musim panas! Hotel di Ting Ri menyediakan air panas pukul 9-12 malam, tetapi setelah di tunggu-tunggu air panas tak juga keluar malah semakin malam listrik semakin minim. Puncaknya adalah subuh, listrik seluruh hotel mati total! Alhasil kami membereskan barang-barang dan sarapan dengan menggunakan lilin. Rupanya bukan hanya hotel kami yang seperti itu, tetapi seluruh kota! Mungkin karena krisis listrik jadi pemerintah mematikan listrik pada jam-jam tertentu. Ampun deh. Setelah melihat Everest, kami langsung kembali ke Shigatse. Di Shigatse kami diajak melihat Ta Shi Lun Po Monastery yang merupakan tempat Benji Lama. Menurut Zhuo Ga, Dalai Lama dan Benji Lama mempunyai guru yang sama. Dalai Lama lebih 'populer' di Lhasa sedangkan Benji Lama di Shigatse. Di sana juga kami mengintip para biksu yang sedang asyik berlatih untuk pementasan. Esoknya kami kembali ke Lhasa. Satu hal yang menarik selama perjalanan pulang adalah cara pemerintah Cina mengatasi kecelakaan. Jadi perjalanan Shigatse-Lhasa ditaksir memakan waktu 6 jam, setiap berhenti di posko, kami ditandai jam masuknya dan jam boleh keluar di posko selanjutnya. Terus menerus hingga 4 posko. Jika kedapatan terlalu awal tiba di posko selanjutnya maka akan di denda 200RMB tiap menitnya. Selain mengurangi kecelakaan, membuat masyarakat sekitar (tempat  menghabiskan waktu) dapat mencari nafkah dengan berjualan. Di posko-posko itu saya singgah untuk ke toilet yang ternyata lebih parah dari Toilet di Cina! Tidak memiliki atap, tidak bersekat dan hanya terdapat 2 lubang untuk buang air. Iseng-iseng saya bertanya pada Zhuo Ga, bagaimana mereka mandi jika toilet mereka seperti itu? Menurut Zhuo Ga, mereka mandi setahun sekali! (jleb) itu juga menunggu aliran sungai tidak deras. Pantas di Tibet banyak sekali lalat berterbangan. Oh ya, langit Tibet baru gelap mejelang pukul 9 malam dan terang pukul 8 pagi. Tibet benar-benar surprising buat saya! Sampai jumpa di cerita Jalan-Jalan berikutnya. Amin.

Tips:
- Ke Tibet HARUS dengan tur dan memiliki Tibet Travel Permit (TTB).
- Bawalah paspor dan TTB selama di Tibet, karena ada pemeriksaan sewaktu-waktu.
- Cuaca di Tibet tidak menentu, jadi bawalah pakaian hangat untuk berjaga-jaga.
- Ada beberapa tempat di Tibet yang dilarang untuk mengambil gambar, jadi sebaiknya bertanya sebelum mengambil gambar.
- Jika sulit bernafas, di setiap tempat ada di jual tabung Oksigen dengan harga beragam.